This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 16 Januari 2012

Untukmu, Wahai Aktifis Dakwah

Kepada kalian yang mempertautkan hati di jalan dakwah ....
Kepada kalian yang menjalin ikatan kasih dalam indahnya ukhuwah ....
Kepada kalian yang merindukan tegaknya syari’ah ....
Kepada kalian, ana tulis sebuah surat cinta ....
Karena bersama kalian ku temukan cinta di jalan dakwah ....
Kasih dalam jihad fi sabilillah ....
Uhibbukum FILLAH …. LILLAH ….

Teruntuk para aktivis dakwah,

Dakwah berdiri di atas aqidah yang kokoh, ibadah dan ilmu yang shohih, niat yang lurus, dan iltizam yang kuat
Dakwah adalah proyek besar membangun peradaban umat
Dakwah adalah jalan yang sukar dan terjal
Dakwah adalah jalan yang sangat panjang
Dakwah penuh dengan gangguan, cobaan, dan ujian
Dakwah bukan jalan yang ditaburi bunga dan wewangi kesturi
Dakwah butuh komitmen yang kuat dari pengembannya
Dakwah memerlukan kemurahan hati, pemberian dan pengorbanan tanpa mengharapkan hasil, tanpa putus asa, dan putus harapan
Dakwah butuh pengorbanan dan kesungguhan
Dakwah butuh kesabaran dan keistiqomahan


Teruntuk para pejuang,

Sudah teguhkah azzam yang kau pancang ???
Benarkah perjuanganmu karena ALLAH ???
Mundurlah, dan luruskan kembali niatmu, jika:
Nafsu masih merajaimu
Kilauan permata masih menyilaukanmu
Kesenangan dunia masih melenakanmu
Syaithan masih bersarang di dadamu dan menjadi teman setiamu
Kenikmatan semu masih membuaimu dan menutup mata batinmu
Percayalah, semua itu adalah keindahan sesaat yang akan menggoyahkan tekadmu. Allah Azza Wa Jalla sengaja ciptakan itu sebagai ujian bagimu!
Berbahagialah jika kau menjadikan Allah ‘Azza wa Jalla sebagai tujuan akhirmu, puncak kerinduanmu. Dan jadilah antum sebagai orang-orang yang beruntung!


Untuk jiwa-jiwa yang merindukan kemenangan
Untuk setiap diri yang mengaku sholih
Untuk mereka yang mengajak kepada jalan yang lurus
Untuk mereka yang saling menasehati dalam kebenaran dan kebaikan

Ketika jalan yang kalian tempuh begitu sukar, ketika amanah yang kalian emban begitu berat, ketika tanggung jawab yang kalian pikul begitu banyak, terkadang kalian lupa dengan azzam yang kalian tanam sebelumnya, kalian lalai dan terlena. Kalian lupa membersihkannya, membidiknya, mengontrolnya, memuhasabahinya, dan lupa untuk meluruskannya kembali. Apakah dunia yang fana lebih kau cintai daripada kampung akhirat yang kekal abadi?


Duhai para pecinta ALLAH
Duhai yang meneladani Muhammad Rasulullah
Duhai yang menjadikan Al-Quran sebagai pedomannya
Duhai yang berjihad di jalanNya dengan sebenar-benarnya jihad
Duhai yang memburu syahid sebagai cita-cita tertingginya


Dakwah telah memanggilmu!
Umat menunggu pencerahan darimu!
Letih sudah mata ini menyaksikan kemaksiatan merajalela.
Lelah sudah kaki melangkah, karena setiap jengkal yang dipijak, bumi merasa terdzolimi oleh manusia-manusia tak beradab.
Lunglai tubuh ini ketika mendapati hukum-hukum Allah diganti dengan hukum-hukum makhluk yang hanya menebar kerusakan.
Perih hati ini ketika menemukan thoghut-thoghut bersarang di dalamnya.
Menangis batin ini menyaksikan saudara-saudara seiman, seislam, dan seaqidah saling caci, saling menyalahkan, saling bermusuhan. Lalu ke mana perginya ukhuwah?

Apakah ukhuwah hanya berlaku pada segolongan atau sekelompok umat yang bernaung dalam satu jamaa�ah?


Wahai yang mengaku diri aktivis haroki,


Sudah benarkah aktivitas yang antum jalani dalam menyeru manusia ke jalan ALLAH?
Serulah dirimu sebelum kau menyeru orang lain.
Sudahkah ghiroh yang kau miliki kau poles dengan ilmu yang shohih? Karena semangat saja belum cukup! Teruslah tholabul�ilm..
Sudah efektifkah syuro-syuro antum?

Apa yang ada dalam syuro hanya obrolan sia-sia yang mengundang tawa?

Senda gurau tak bermakna?

Tak ada lagi kesungguhan dan fokus menyelesaikan masalah?

Terlalu banyak basa-basi dan kata-kata tak berarti?
Bagaimana cara antum merumuskan, mengatur strategi jitu, menyusun konsep, menetapkan target, men-SWOT, dan lain sebagainya, sudah syar�ikah?

Sudahkah antum pantau terus niatmu agar tetap lurus di awal, di tengah, sampai ke penghujungnya?

Di sini niat dan tujuan harus selalu di luruskan. Bukan demi keegoisan masing-masing individu atau jama�ah, tapi demi tegaknya Dienullah.
Lalu, bagaimana kenyataannya di lapangan?

Teknis yang telah antum usahakan bersama?

Apakah ada titik-titik noda di dalamnya?
Hijab yang semakin longgar, virus merah jambu yang semakin menyebar, ukhuwah yang kian memudar, barisan yang terpencar. Atau mungkin sms-sms taujih yang menyebar di kalangan ikhwan dan akhowat yang kemudian mengotori hati-hati mereka, menodai niat tulus mereka. Dari kata-katanya, ada rasa kagum pada ghirohnya, salut pada keteguhannya, simpatik pada ke-haroki-annya, dan tersanjung pada perhatiannya. Benih-benih inilah yang akan tumbuh bersemi di hati dan mengefek pada amal sehari-hari.
Mungkin saja fenomena-fenomena itu yang mengurangi keberkahan dakwah sehingga ALLAH �Azza wa Jalla belum mau menghadiahkan kemenangan itu pada kita! Karena di samping menyeru kepada kebenaran, tentara-tentara Allah itu juga menggandeng kemaksiatan, apapun bentuknya!


Akhi wa Ukhti ....

Di mana antum berada saat saudara-saudara antum di belahan bumi yang lain sedang megangkat senjata, menghadang tank-tank zionis, melempar bom dan batu kerikil di medan intifadhah?

Di mana antum saat mereka berburu syahid? Yang mereka pertaruhkan adalah nyawa, akhi! Nyawa, ukhti! NYAWA!

Jika darah tak mampu antum alirkan, maka di mana saat saudara-saudara antum sedang bermandi peluh menyiapkan kegiatan-kegiatan dakwah, acara-acara syiar Islam, daurah, bakti sosial, dan seabrek agenda-agenda dakwah yang lain.
Di mana antum saat yang lain sedang membuat publikasi, mendesain dekorasi, menyediakan konsumsi, atau menyebar proposal, mencari dana ke sana ke mari? Semua demi kelancaran acara. Demi syiar Islam! Agar dakwah terus menggaung di berbagai penjuru. Agar Islam tetap berdetak di jantung masyarakat. Masyarakat yang kini telah hilang jati dirinya sebagai hamba ALLAH. Masyarakat yang kini malu mengaku sebagai Muslim. Masyarakat yang kini phobi dengan syari�at Islam. Ya, masyarakat itu kini ada di sekeliling kita. Mereka hadir di tengah-tengah kita. Mereka adalah objek dakwah kita!


Wahai yang masih memiliki hati tempat bersemayamnya iman, apakah ia tidak lagi bergetar kala ayat-ayatNya diperdengarkan?

Apakah ia tak lagi geram ketika melihat kemungkaran terjadi di hadapannya?
Wahai yang memiliki mata yang dengannya antum bias melihat indah dunia, apakah ia tak lagi menangis saat dikabarkan tentang azab, ancaman, dan siksaan?

Apakah ia tak lagi meneteskan cairan hangatnya ketika bangun di tengah malam dalam sujud-sujud panjang?

Apakah ia tak lagi mengalirkan butiran-butiran beningnya ketika melihat saudaranya yang seaqidah didzolimi, dirampas hak-haknya, dilecehkan dan di aniaya, bahkan dibunuh karena mempertahankan diennya?


Ke mana kalian wahai aktivis dakwah?
Di mana kini antum berada?
Sedang bersantai ria di kamar sambil mendengar nasyid kesukaan?
Terbuai di atas kasur dengan bantal empuk dan selimut tebal?
Bersenda gurau bersama kawan-kawan?
Membaca novel-novel picisan?
Atau…sedang melamun memikirkan sang pujaan?


Kepada kalian yang sedang menanti hadirnya belahan jiwa…
Masih perlukah romantisme di saat nasib umat sedang berada di ujung tombak?
Masih perlukah gejolak asmara tumbuh dan bersemi di jiwa?

Membuat otak sibuk memikirkannya, membuat setiap lisan tak henti menyebut namanya, membuat setiap hati tak tenang, resah, dan gelisah menunggu hadirnya.
Masih perlukah virus merah jambu menjangkiti rongga-rongga hatimu? Melemahkan sendi-sendimu, menggoyahkan benteng pertahananmu, merapuhkan tekadmu, menenggelamkanmu dalam samudera cinta mengharu biru.
Masih perlukah semua perasaan itu kau pelihara, kau tanam, kau pupuk, kau siram, dan kau biarkan tumbuh subur dalam hatimu?

Wahai aktivis dakwah, sungguh perasaan itu fitrah! Kau pun sering berdalih bahwa itu adalah anugerah. Sesuatu yang tak bisa dinafikan keberadaanya, tak bisa dielakkan kehadirannya. Cinta memang datang tanpa diundang. Cinta memang tak mampu untuk memilih, kepada siapa dia ingin hinggap dan bersemi. Dia bisa menghuni hati siapaun juga, tak terkecuali aktivis dakwah! Sekali lagi, cinta itu fitrah!
Namun wahai ikhwah yang mewarisi tongkat estafeta dakwah, bisa jadi perasaanmu itu menghalangimu untuk mengoptimalkan kerja dakwahmu.
Bisa jadi perasaanmu itu mengganggu aktivitas muliamu.
Bisa jadi perasaanmu itu mengusik hatimu untuk mundur dari jalan dakwah yang kau tempuh.
Bisa jadi perasaanmu itu membelenggumu dalam cinta semu.
Dan yang terparah, bisa jadi perasaanmu itu menggeser posisi Rabbmu dalam tangga cintamu.

Tanpa kau sadari!
Yang kau ingat hanya dia!

Yang terbayang adalah wajahnya.

Yang kau pikirkan kala dia menjadi partner dakwahmu seumur hidup, membangun pernikahan haroki, menemanimu membina keluarga dakwah dan menjadikannya abi/ummi dari jundi-jundi rabbani…ah indahnya!

Yang ada di sholatmu, dia.

Yang ada di tilawahmu, dia.

Yang ada di bacaan ma’tsuratmu, dia. Yang ada di benakmu, dia.

Yang ada di aktivitasmu, dia. Hanya ada dia, dia, dia, dan dia!


Benarkah itu wahai saudaraku?
Mari kita jawab dengan serentak....na�udzubillahi min dzaalik!
Ke mana cinta ALLAH dan RasulNya kau tempatkan?
Di mana dakwah dan jihad kau posisikan?
Astaghfirullahal �adziim...
Dakwah hanya dimenangkan oleh jiwa-jiwa bermental baja, bertekad besi, berhati ikhlas. Orang-orang beriman yang mengatasi persoalan dengan ilmu yang shohih dan memberi teladan dengan amal.
Perjalanan panjang ini membutuhkan mujahid/ah perkasa yang mampu melihat rintangan sebagai tantangan, yang melihat harapan di balik ujian, dan menemukan peluang di sekeliling jebakan.
Ke mana militansi yang antum miliki?
Ke mana ghiroh membara yang antum punya?



Pejuang sejati adalah mereka yang membelanjakan hartanya di jalan dakwah, menjual dunianya untuk akhiratnya, mengorbankan nyawanya demi jihad fisabilillah, menggunakan seluruh waktu dan sisa umurnya untuk memeperjuangkan dan mengamalkan Islam.
Dakwah TIDAK BUTUH aktivis-aktivis MANJA!
Dakwah TIDAK BISA DIPIKUL oleh orang-orang CENGENG, MENTAL-MENTAL CIUT, NYALI YANG SETENGAH-SETENGAH, dan GERAK YANG LAMBAN!
Barisan dakwah harus disterilkan dari prajurit-prajurit yang memiliki sifat-sifat seperti di atas (manja, cengeng, mental ciut, nyali setengah-setengah, ragr-ragu, dan lamban bergerak). Karena, keberadaan mereka hanya akan menularkan dan menyebarkan aroma kelemahan, kerapuhan, kepasrahan, dan kekalahan di tengah-tengah barisan.
Dakwah butuh pejuang-pejuang tangguh untuk mengusungnya.
Dakwah butuh orang-orang cerdas untuk memulainya, orang-orang ikhlas untuk memperjuangkannya, orang-orang pemberani untuk memenangkannya!
Antumlah orang-orang terpilih yang mengukir sejarah itu!

Minggu, 15 Januari 2012

10 Ciri Akhlak Terpuji

Akhlak berasal dari perkataan Al Khuluq. Al-Khuluq bererti tabiat atau tingkah laku. Menurut Iman Al Ghazali, akhlak merupakan gambaran tentang keadaan dalam diri manusia yang telah sebati dan daripadanya terbit tingkah laku secara mudah dan senang tanpa memerlukan pertimbangan atau pemikiran. Akhlak sangat penting dan pengaruhnya sangat besar dalam membentuk tingkah laku manusia. Apa saja yang lahir dari manusia atau segala tindak-tanduk manusia adalah sesuai dengan pembawaan dan sifat yang ada dalam jiwanya.
Tepatlah apa yang dikatakan oleh Al-Ghazali dalam bukunya Ihya’ Ulumuddin, “Sesungguhnya semua sifat yang ada dalam hati akan lahir pengaruhnya (tandanya) pada anggota manusia, sehingga tidak ada suatu perbuatan pun melainkan semuanya mengikut apa yang ada dalam hati manusia”.

Tingkah laku atau perbuatan manusia mempunyai hubungan yang erat dengan sifat dan pembawaan dalam hatinya. Umpama pokok dengan akarnya. Bermakna, tingkah laku atau perbuatan seseorang akan baik apabila baik akhlaknya, sepertimana pokok, apabila baik akarnya maka baiklah pokoknya. Apabila rosak akar, maka akan rosaklah pokok dan cabangnya. Allah Subhanahuwata’ala berfirman:

“Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah, dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.”
(Al- A’raf: 58)

Akhlaq yang mulia adalah matlamat utama bagi ajaran Islam. Ini telah dinyatakan oleh Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam dalam hadisnya (yang bermaksud, antara lain:

“Sesungguhnya aku diutuskan hanyalah untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia”.

Hal ini ditegaskan lagi oleh ayat al-Qur’an dalam firman Allah:


“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”
(Al-Qalam: 4)

Juga dalam firman Allah swt. lagi:


Orang –orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi nescaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar dan kepada Allah kembali segala urusan.
(Al Hajj, 22 : 41)

Firman Allah swt. lagi:

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak–anak yatim, orang-orang miskin, (yang memerlukan pertolongngan) dan orang-orang yang meminta-minta, dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan solat, dan menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, peperangan, mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
(Al-Baqarah, 2: 177)

Akhlaq yang mulia adalah merupakan tanda dan hasil dari iman yang sebenar. Tidak ada nilai bagi iman yang tidak disertai oleh akhlak. Sebuah athar menyatakan (antara lain, bermaksud):

“Bukanlah iman itu hanya dengan cita – cita tetapi iman itu ialah keyakinan yang tertanam didalam hati dan dibuktikan dengan amalan”

Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam pernah ditanya: Apa itu agama? Baginda menjawab: Kemuliaan akhlaq (Husnul Khulq). Bila ditanya tentang kejahatan, baginda menjawab: Akhlaq yang buruk (Su’ul khalq).

Diriwayatkan dari Annawas bin Sam’an ra. berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah saw. Tentang bakti dan dosa, maka jawab Nabi saw. “Bakti itu baik budi pekerti, dan dosa itu ialah semua yang meragukan dalam hati dan tidak suka diketahui orang.” (HR. Muslim)

Abu Darda berkata, “Bersabda Nabi saw, “Tiada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin di hari kiamat daripada husnul Khulq (akhlak yang baik).” (HR. At Tirmidzi)

Aisyah ra. Berkata, “Saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya seorang mukmin yang dapat mengejar budi pekerti yang baik, darjat orang itu sama seperti orang yang terus menerus berpuasa dan solat malam.” (HR. Abu Daud)

Jabir ra. berkata, “Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya orang yang sangat saya kasihi dan terdekat denganku pada hari kiamat nanti adalah orang terbaik akhlaknya. Dan orang yang sangat aku benci dan terjauh dariku pada hari kiamat nanti adalah orang yang banyak bicara, sombong dalam pembicaraannya, dan berlagak menunjukan kepandaiannya.” (HR. At Tirmidzi).

Kekuatan akhlak lahir melalui proses panjang yang memerlukan kesediaan untuk sentiasa memberi komitmen dengan nilai-nilai Islam. Seorang ulama menjelaskan thariqah (jalan) untuk membina akhlak islami adalah dengan kemahuan untuk melaksanakan latihan (tadribat) dan pendidikan (tarbiyah). Setiap muslim memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi baik atau buruk, masalahnya adalah sejauh mana usaha kita untuk mendisiplinkan diri dengan nilai-nilai dan amalan Islam bagi melahirkan muslim yang berakhlak ampuh. Malangnya keampuhan akhlak inilah yang sering dilupakan. Malah kian rapuh sehingga hilangnya jatidiri muslim hakiki. Justeru menjadi punca lunturnya sinar Islam pada penghujung zaman. Gejala keruntuhan akhlak yang berlegar di sekeliling kita seperti zina hati, mata, lisan dan seumpamanya meruntun jiwa kita selaku pendokong agama. Keruntuhan yang tidak dikawal pada satu tahap yang minima membawa insan kepada bertuhankan nafsu, lantas melupakan terus Pencipta Yang Maha Esa.

Islam adalah ajaran yang benar untuk memperbaiki manusia dan membentuk akhlaknya demi mencapai kehidupan yang baik. Islam memperbaiki manusia dengan cara terlebih dahulu memperbaiki jiwa, membersihkan hati dan menanamkan sifat-sifat terpuji. Islam benar-benar dapat membawa manusia untuk mencapai kebahagiaan, kelapangan dan ketenteraman.

Sebaliknya manusia akan menjadi hina apabila ia merosakkan sifat, pembawaan dan keadaan dalam jiwanya. Allah Subhanahuwata’ala berfirman :

“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
(Ar-Ra’d: 11)
Di antara ciri-ciri akhlaq yang sewajarnya menghiasi diri seseorang insan supaya ia menjadi seorang muslim yang benar adalah akhlaq-akhlaq berikut:

1. Bersifat warak dari melakukan perkara-perkara yang syubhat

Seorang muslim mestilah menjauhkan dirinya dari segala perkara yang dilarang oleh Allah dan juga perkara-perkara yang samar-samar di antara halal dan haramnya (syubhat) berdasarkan dari hadith Rasulullah yang berbunyi:

“Daripada Abu Abdullah al-Nu'man ibn Basyer r.a. beliau berkata: Aku telah mendengar Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam bersabda: Sesungguhnya yang halal itu nyata (terang) dan haram itu nyata (terang) dan di antara keduanya ada perkara-perkara yang kesamaran, yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Maka barangsiapa memelihara (dirinya dari) segala yang kesamaran, sesungguhnya ia memelihara agamanya dan kehormatannya. Dan barangsiapa jatuh kedalam perkara kesamaran jatuhlah ia kedalam yang haram, seperti seorang pengembala yang mengembala di sekeliling kawasan larangan, hampir sangat (ternakannya) makan di dalamnya. Ketahuilah! Bahawa bagi tiap-tiap raja ada kawasan larangan. Ketahuilah! Bahawa larangan Allah ialah segala yang diharamkan-Nya. Ketahuilah! Bahawa di dalam badan ada seketul daging, apabila ia baik, baiklah badan seluruhnya dan apabila ia rosak, rosakkalah sekeliannya. Ketahuilah! Itulah yang dikatakan hati.
(Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)

Adapun setinggi-tinggi pencapaian darjat wara’ adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam dalam hadith baginda (antara lain, bermaksud):

“Seorang hamba (Allah) itu tidaklah termasuk dalam martabat golongan muttaqin sehinggalah ia meninggalkan sesuatu perkara yang tidaklah menjadi kesalahan (jika dilakukan tetapi ia meninggalkannya) kerana sikap berhati-hati dari terjerumus ke dalam kesalahan”

2. Memelihara penglihatan.

Seseorang muslim itu mestilah memelihara pandangan daripada melihat perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah kerana pandangan terhadap sesuatu (yang menarik itu) boleh merangsang syahwat dan boleh membawa ke kancah pelanggaran dan maksiat. Sehubungan dengan ini Al-Quranul Karim mengingatkat orang –orang mu’min supaya memelihara diri dari penglihatan yang tidak memberi faedah, firman Allah Subahanu Wata,ala:

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".
(An-Nur: 30)

Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam pula bersabda (antara lain, bermaksud):

“Pandangan itu ada satu panahan dari panahan iblis”

Baginda juga mengingatkan (antara lain, bermaksud):

“Hendaklah kamu memelihara pandangan kamu, menjaga kehormatan (kemaluan) kamu atau Allah akan menghodohkan wajah kamu.”
(Hadith Riwayat At Tabrani)

3. Memelihara Lidah

Seseorang muslim itu mestilah memelihra lidahnya dari menuturkan kata-kata yng tidak berfaedah, perbualan-perbualan yang buruk dan kotor, percakapan-percakapan kosong, mengumpat, mengeji dan mengadu domba. Imam Nawawi rahimahumullah mengatakan. “ketahuilah, seorang mukallaf itu sewajarnya menjaga lidahnya dari sebarang percakapan kecuali percakapan yang menghasilkan kebaikan. Apabila bercakap dan berdiam diri adalah sama sahaja hasilnya, maka mengikut sunnahnya adalah lebih baik berdiam diri kerana percakapan yang diharuskan mungkin membawa kepada yang haram atau makruh. Kejadian demikian telah banyak berlaku tetapi kebaikan darinya adalah jarang.”

Sebenarnya banyak dari hadith-hadith Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam yang menerangkan keburukan dan bencana lidah ke atas empunya diri (antara lain):

“Tidaklah dihumbankan muka manusia kedalam neraka itu sebagai hasil tuaian (jelek) lidahnya”
(Hadith riwayat Al Tarmizi)

Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam juga bersabda:

“Bukanlah ia seorang mu’min (jika) jika ia suka menuduh, melaknat, bercakap kotor dan keji.”
(Hadith riwayat At Tarmizi)

Sabda baginda lagi:

“Sesiapa yang banyak bercakap, maka banyaklah kesalahannya, sesiapa yang banyak kesalahannya, maka banyaklah dosanya, dan sesiapa yang banyak dosanya, api nerakalah paling layak untuk dirinya.”
(Diriwayatkan oleh Baihaqi)


4. Bersifat Pemalu.

Seorang muslim mestilah bersifat pemalu dalam setiap keadaan. Namun demikian sifat tersebut tidak seharusnya menghalangnya memperkatakan kebenaran. Di antara sifat pemalu seseorang ialah ia tidak masuk campur urusan orang lain, memelihara pandangan, merendah diri, tidak meninggikan suara ketika bercakap, berasa cukup seta memadai sekadar yang ada dan sifat-sifat seumpamanya. Diceritakan dari Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam bahawa baginda adalah seorang yang sangat pemalu, lebih pemalu dari anak gadis yang berada di balik tabir.

Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam bersabda:

“Iman itu mempunyai tujuh puluh cabang atau enam puluh cabang, maka yang paling utama ialah ucapan Lailaha Illallah (Tidak ada Tuhan yang sebenar melainkan Allah) dan yang paling rendah ialah menyingkirkan duri dari jalan. Dan sifat malu ialah satu cabang dari Iman”

Berhubung dengan sifat malu ini para ulama’ mengatakan: “Hakikat malu itu ialah sifat yang menggerakkan seseorang itu meninggalkan kejahatan, dan menghalangnya dari mencuaikan hak orang lain.

5. Bersifat Lembut dan Sabar

Di antara sifat-sifat yang paling ketara yang wajib tertanam di dalam diri seseorang Muslim ialah, sifat sabar dan berlemah lembut kerana kerja-kerja untuk Islam akan berhadapan dengan perkara-perkara yang tidak menyenangkan, malah jalan da’wah sememangnya penuh dengan kepayahan, penyiksaan, penindasan, tuduhan, ejekan dan persendaan yang memalukan. Halangan–halangan ini sering dihadapi oleh para petugas ‘amal Islami sehingga himmah mereka menjadi pudar, gerakan menjadi lumpuh malah mereka mungkin terus berpaling meninggalkan medan da’wah.

Dari keterangan ini jelaslah, tugas dan tanggungjawab seorang pendakwah adalah satu tugas yang amat sukar. Ia bertanggungjawab menyampaikan da’wah kepada seluruh lapisan manusia yang berbeza kebiasaan, taraf pemikiran dan tabi’atnya. Da’i akan menyampaikan da’wahnya kepada orang-orang jahil dan orang-orang ‘alim, orang yang berfikiran terbuka dan yang emosional (sensitif), orang yang mudah bertolak ansur dan yang keras kepala, orang yang tenang dan yang mudah tersinggung. Oleh yang demikian ia wajib menyampaikan da’wah kepada semua golongan itu sesuai dengan kadar kemampuan penerimaan akal mereka. Ia mestilah berusaha menguasai dan memasuki jiwa mereka seluruhnya. Semua ini sudah pasti memerlukan kekuatan dari kesabaran yang tinggi, ketabahan dan lemah lembut.

Oleh itu kita dapati banyak ayat-ayat Al-quran dan hadith Nabi menganjur dan mengarahkan agar seorang da’i itu berakhlak dengan sifat-sifat sabar, lemah lembut dan berhati-hati.

Arahan-arahan Dari Al-Qur’an:

Di antara arahan-arahan al-qur’an ialah:

Firman-firman Allah:


“Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan”.
(Al-Syura, 42: 43)



“Maafkanlah mereka dengan cara yang baik”
(Al-Hijr, 15: 85)


“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas”.
(Az-Zumar, 39: 10)


“Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada, apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu?”.
(An-Nur, 24 : 22)

“Dan apabila orang-oran jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandungi) keselamatan”.
(Al-Furqan 25 :63)

Arahan-arahan dari hadith-hadith Nabi.

Di antara arahan-arahan dari hadith-hadith Nabi ialah:

Sabda-sabda Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam (yang bermaksud, antara lain):

“Sesungguhnya seorang hamba itu akan mencapai darjat orang-orang yang berpuasa serta bersembahyang malam dengan sifat lemah-lembutnya.”


“Mahukah aku memberitahu kamu suatu perkara yang dengannya, Allah akan memuliakan binaan (kedudukan seseorang) dan mengangkatnya kepada beberapa darjat ketinggian. Mereka menjawab: Ya wahai Rasulullah. Baginda bersabda: “Berlemah-lembutlah kamu terhadap orang jahil, maafkanlah orang yang menzalimi kamu, hulurkanlah pemberian kepada orang yang menahan pemberiannya kepadamu dan sambunglah ikatan silaturrahim terhadap orang yang memutuskannya terhadap kamu.”

“Apabila Allah Subhanahuwata’ala telah menghimpunkan makkhluknya di hari kiamat, penyeru pada hari itu pun menyeru; “Di manakah orang-orang yang mempunyai keistimewaan”. Baginda bersabda: Lalu bangun segolongan manusia dan bilangan mereka adalah sedikit. Mereka semua bergerak dengan cepat memasuki syurga lalu disambut oleh para malaikat. Kemudian mereka ditanya: “Apakah keistimewaan kamu”. Mereka menjawab: “Adalah kami ini apabila dizalimi kami bersabar, apabila dilakukan kejahatan kepada kami, kami berlemah-lembut”, lalu dikatakan kepada mereka: “Masuklah kamu ke dalam syurga kerana ia adalah sebaik-baik ganjaran bagi orang yang beramal”

Contoh-contoh praktikal dari Nabi:

1. Pada hari peperangan Hunain seorang (yang tidak puas hati dengan pembahagian rampasan perang) berkata: “Demi Allah, sesungguhnya ini adalah pembahagian yang tidak adil dan tidak bertujuan mendapat keredhaan Allah”. Setelah diceritakan kepada Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam baginda bersabda:

“Semoga Allah merahmati Nabi Musa kerana ia disakiti lebih dari ini tetapi ia sabar”.

2. Anas Radiyallahu anh telah berkata:

“Pada suatu hari Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam telah memasuki sebuah masjid. Ia memakai kain selendang buatan najran yang kasar buatannya. Tiba-tiba seorang Arab Badwi datang dari arah belakang baginda lalu menarik kain tersebut dari belakang sehingga meninggalkan bekas di leher baginda. Badwi tersebut berkata : “Wahai Muhammad, berikanlah kepada kami harta Allah yang ada di sisimu, lalu Rasulullah berpaling kepadanya dengan wajah yang tersenyum dan baginda bersabda: “Perintahkan kepada yang berkenaan supaya berikan kepadanya.”

3. Abu Hurairah menceritakan:

“Bahawa seorang Arab Badwi telah berkata kepada Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam: “Wahai Muhammad bawalah gandum ke atas dua ekor untaku, kerana kalau engkau buat begitu ia bukan harta engkau dan bukan juga harta bapa engkau”. Kemudian ia menarik kain selendang Rasulullah sehingga meninggalkan kesan kemerahan di leher baginda. Lalu Rasulullah memerintahkan supaya membawa kepada Badwi tersebut seguni gandum dan tamar”.

4. Al-Tabrani menceritakan:

“Bahawa seorang wanita berkata lucah (yakni ucapan yang menimbulkan berahi) kepada sekelompok lelaki, kemudian ia lalu dihadapan Nabi Sallallahu’alaihiwasallam ketika Nabi sedang memakan roti berkuah di atas tanah. Kemudian wanita itu berkata: “Lihatlah kamu kepadanya, ia duduk seperti seorang hamba abdi dan ia makan seperti seorang hamba abdi”.

5. Abu Hurairah radiallahu anh menceritakan:

“Bahawa seorang leleki berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya mempunyai kaum kerabat yang selalu saya hubungi mereka tetapi mereka semua memutuskan hubungan dengan saya, saya berbuat baik kepada mereka tetapi mereka berbuat jahat terhadap saya, saya berlemah-lembut dengan mereka tetapi mereka bersikap keras terhadap saya.” Lalu baginda bersabda : “Jika sekiranya engkau berbuat seperti yang engkau katakan seolah-olah engkau menjemukan mereka dan engkau tetap akan mendapat pertolongan dari Allah selama engkau berbuat demikian”.

6. Pada suatu ketika datang seorang yahudi menuntut hutang dengan Rasulullah dengan berkata: “Kamu dari Bani Abd.Manaf adalah bangsa yang suka melambat-lambatkan pembayaran hutang”. Ketika itu Umar Ibn Al-Khattab ada bersama dan ia hampir memenggal leher Yahudi itu, lalu Rasulullah berkata kepadanya: “Wahai Umar, sepatutnya engkau menyuruhnya meminta kepadaku dengan cara yang baik dan menuntut aku juga membayar dengan baik”.

7. Diriwyatkan bahawa Nabi Isa Alaihissalam bersama para pengikut setianya (Hawariyyun) dari satu kampung ke satu kampung yang lain kerana berda’wah. Lalu di dalam da’wahnya itu ia bercakap kepada manusia dengan cara yang baik, sebaliknya mereka membalasnya dengan kata-kata yang buruk, kutukan dan maki-hamun. Para pengikut setia itu merasa hairan terhadap tindakan itu lalu mereka bertanya tentang rahsia perbuatan sedemikian. Baginda berkata: “Setiap orang itu mengeluarkan (membelanjakan) apa yang ada padanya”.

Semua peristiwa di atas dan peristiwa lainnya menjadi bukti yang menguatkan lagi tuntutan ke atas para penda’wah supaya bersifat lemah-lembut, sabar dan belapang dada khususnya apabila cabaran-cabaran yang menyakitkan itu datangnya dari kaum kerabat, sahabat-handai, orang-orang yang dikasihi, teman-teman rapat dan saudara mara kerana sifat-sifat lemah-lembut, sabar dan berlapang dada itu akan menghasilkan kasih-sayang, kelembutan hati dan menghapuskan perpecahan serta perbezaan. Cukuplah oleh seorang penda’wah itu mendapat apa yang diredhai oleh Allah.

6. Bersifat Benar dan Jujur.

Seorang muslim itu mestilah bersifat benar dan tidak berdusta. Berkata benar sekalipun kepada diri sendiri kerana takut kepada Allah dan tidak takut kepada celaan orang. Sifat dusta adalah sifat yang paling jahat dan hina malahan ia menjadi pintu masuk kepada tipu daya syaitan. Seorang yang memelihara dirinya dari kebiasaan berdusta bererti ia memiliki pertahanan dan benteng yang dapat menghalang dari was-was syaitan dan lontaran-lontarannya. Berhati-hati dan memelihara diri dari sifat dusta akan menjadikan jiwa seorang itu mempunyai pertahanan dan benteng yang kukuh menghadapi hasutan dan tipu daya syaitan. Dengan demikian jiwa seseorang akan sentiasa bersih, mulia dan terhindar dari tipu daya syaitan. Sebaliknya sifat dusta meruntuhkan jiwa dan membawa kehinaan kepada peribadi insan. Lantaran itu Islam mengharamkan sifat dusta dan menganggap sebagai satu penyakit dari penyakit-penyakit yang dilaknat.

Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam bersabda (yang bermaksud, antara lain):

“Sesungguhnya sifat benar membawa kepada kebajikan dan sesungguhnya kebajikan itu membawa ke syurga. Seseorang yang sentiasa bersifat benar hinggalah dicatat di sisi Allah sebagai seorang yang benar. Dan sesungguhnya sifat dusta itu membawa kepada kezaliman (kejahatan) dan kejahatan itu membawa ke neraka. Seorang lelaki yang sentiasa berdusta sehinggalah dicatat di sisi Allah sebagai seorang pendusta”.
(Muttafaqun ‘alaihi)

7. Bersifat rendah diri

Seseorang mislim mestilah bersifat tawadhu’ atau merendah diri khususnya terhadap saudara-maranya yang muslim dengan cara tidak membezakan (dalam memberi layanan) sama ada yang miskin maupun yang kaya. Rasulullh Sallallahu’alaihiwasallam sendiri memohon perlindungan kepada Allah agar dijauhkan dari sifat-sifat takbur (membangga diri). Baginda bersabda (antara lain, bermaksud):

“Tidak akan memasuki syurga sesiapa yang di dalam hatinya terdapat sebesar zarah (sedikit) sifat takbur.”
(Hadis Riwayat Muslim)

Di dalam hadith qudsi Allah berfirman :

“Kemuliaan itu ialah pakaianKu dan membesarkan diri itu ialah selendangKu. Sesiapa yang cuba merebut salah satu dari keduanya pasti Aku akan menyeksanya”.
(Hadith Qudsi riwayat Muslim)

8. Menjauhi sangka buruk dan mengumpat

Menjauhi sangka buruk dan mengintai-intai keburukan orang lain. Oleh itu seorang itu mestilah menjauhi sifat-sifat ini kerana mematuhi firman Allah:

“Hai orang-orang yang beriman jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebahagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu mengumpat sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang dari kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha penerima taubat lagi penyayang”.
(Al-Hujurat, 49 : 12)
Allah berfirman lagi:

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.”
(Al-Ahzab, 33 : 58)

Dan Rasulullah bersabda (antara lain, bermaksud):

“Wahai golongan yang beriman dengan lidahnya sahaja, sedang iman belum memasuki hatinya, janganlah kamu mengumpat orang-orang Islam yang lain dan janganlah kamu mengintai-intai keburukan mereka, kerana sesiapa yang mengintai-intai keburukan saudaranya, Allah akan membongkar keburukannya sekalipun ia berada di dalam rumahnya.”
(Hadith riwayat Abu Daud)

9. Bersifat pemurah

Seorang muslim mestilah bersifat pemurah, sanggup berkorban dengan jiwa dan harta bendanya pada jalan Allah. Di antara cara yang dapat menyingkap kebakhilan seseorang itu ialah dengan cara memintanya membelanjakan wang ringgit kerana berapa banyak dari kalangan mereka yang berkedudukan, berharta dan berpangkat gugur dari jalan ini, lantaran rakus terhadap mata benda. Di dalam Al-Qur’an Al-Karim sendiri terdapat berpuluh-puluh ayat yang menjelaskan ciri-ciri keimanan yang dikaitkan dengan sifat pemurah.

Diantaranya:
“Orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka.”
(Al-Anfal, 8: 3)

“Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah) maka pahalanya itu untuk diri kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan kerana mencari keredhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan nescaya kamu akan diberikan pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak dianiayai”.
(Al-Baqarah, 2 : Ayat 272)

Orang-orang yang bakhil atau kikir seharusnya mendengar dan mengambil pelajaran dari pesanan Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam (antara lain, bermaksud):

“Tidak ada suatu haripun yang dilalui oleh seorang hamba kecuali (hari-hari) didatangi oleh dua malaikat lalu seorang darinya berdo’a : “Ya Allah, berikanlah ganti kepada si hamba yang menafkahkan hartanya”. Manakala malaikat yang ke dua berdo’a : “Ya Allah, berikanlah kebinasaan kepada sihamba yang bakhil ini”.

10. Qudwah Hasanah (Suri teladan yang baik)

Selain dari sifat-sifat yang disebutkan di atas, seorang muslim mestilah menjadikan dirinya contoh ikutan yang baik kepada orang ramai. Segala tingkah lakunya adalah menjadi gambaran kepada prinsip-prinsip Islam serta adab-adabnya seperti dalam hal makan minum, cara berpakaian, cara pertuturan, dalam suasana aman, dalam perjalanan malah dalam seluruh tingkah laku dan diamnya. Membina diri menajdi suri teladan merupakan peranan besar yang telah dilaksanakan oleh Rasulullah saw. Firman Allah swt yang bermaksud:

" Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (iaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah " ( Surah al Ahzab : Ayat 21 )

ingatlah 5 perkara sebelum datang 5 perkara

Rebutlah lima perkara sebelum datang lima perkara lain, yaitu masa muda engkau sebelum datangnya hari tua, masa sehat engkau sebelum dilanda sakit, masa kaya engkau sebelum masa miskinmu, masa lapang engkau sebelum datangnya waktu sibuk, dan masa hidup engkau sebelum datangnya saat kematian.”

Hadis Nabi tentang “lima perkara sebelum lima perkara” itu memiliki maksud supaya kita mempergunakan waktu dan kesempatan dengan sebaik-baiknya, sebelum hilangnya kesempatan tersebut. Hadis tersebut diriwayatkan Imam Hakim dalam kitab al-Mustadrak.

Lima perkara tersebut adalah sebagai berikut:

1.”Masa Muda Engkau Sebelum Datangnya Hari Tua”. Masa muda hendaklah dipergunakan sebaik-baiknya untuk mencapai kebaikan, kesuksesan, dan keberhasilan, karena masa mudalah kita mempunyai ambisi, keinginan dan cita-cita yang ingin kita raih, bukan berarti masa tua mneghalangi kita untuk tetap berusaha mencapai keinginan kita, tapi tentulah usaha masa tua akan berbeda halnya dengan usaha saat kita masih muda. Maka dari itu masa muda hendaklah diisi dengan berbagai kegiatan yang bermanfaat hingga tidak menyesal di kemudian hari.

2.”Masa Sehat Engkau Sebelum Dilanda Sakit”. Hal ini juga anjuran agar kita senantiasa waspada pada segala kemungkinan yang sifatnya diluar prediksi manusia, seperti halnya sakit. Sakit disini bukan sebatas sakit jasmani, tapi juga sakit rohani. Maka ketika kita sehat jasmani-rohani, hendaknya kita senantiasa mempergukannya untuk hal-hal yang bermanfaat tanpa mengulur-ngulur waktu.

3.”Masa Kaya Engkau Sebelum Masa Miskinmu”. Tidak terlalu jauh berbeda dari penjelasan di atas, ketika kekayaan ada pada kita, baik itu berupa materi atau lainnya, maka hendaknya kita memanfaatkannya sebaik-baiknya, jangan menghambur-hamburkan.

4.”Masa Lapang Engkau Sebelum Datangnya Waktu Sibuk”. Disini kita dianjurkan untuk menghargai waktu, agar bisa diisi dengan hal-hal yang bermanfaaat baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Misalnya, menengok saudara ketika ada kesempatan sebelum kesibukan menghampiri kita, hingga tidak sempat lagi untuk sekedar mengunjungi kerabat.

5.”Masa Hidup Engkau Sebelum Datangnya Saat Kematian”. Yang terakhir ini merupakan cakupan dari empat hal diatas. Ketika kita diberi kehidupan maka hidup yang diberikan pada kita itu sebenarnya merupakan kesempatan yang tiada duanya. Karena kesempatan hidup tidak akan datang untuk kedua kalinya. Kehidupan harus dijalani sesuai tuntutan kemaslahatannya.

Lima hal tersebut merupakan inti misi dan visi hidup manusia, karena kunci kesuksesan itu terletak pada bagaimana kita “mempergunakan kesempatan dengan sebaik-baiknya”. Mempergunakan kesempatan adalah bentuk pasrah pada upaya & usaha, bukan pada hasil. Prinsip pasrah pada upaya & usaha akan membentuk jiwa yang teguh, tegar, kuat, dan tidak mudah putus asa. Bila suatu saat upaya kita belum menghasilkan target yang kita harapkan, maka kita tidak lantas putus asa, karena kewajiban kita adalah berupaya. Berupaya dan berupaya.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More